Saturday, May 6, 2017

Classroom Management



Classroom Management
by: Sutirman
A.    Guru Sebagai Pemimpin
Guru adalah pemimpin dalam kelas. Kemampuan seorang guru dalam mengorganisasi kelas dan mengendalikan perilaku siswa merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menghasilkan output guruan yang berkualitas. Seorang guru harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik agar dapat mengelola kelas secara efektif. Raven dalam Borich mengemukakan lima tipe kekuatan sosial atau kepemimpinan yang mungkin dimiliki oleh guru, yaitu expert power, referent power, legitimate power, reward power, dan coercive power.
1.     Expert power
Expert power adalah kekuatan seseorang sebagai pemimpin yang bersumber atau disebabkan oleh kompetensinya atau keahliannya dalam melaksanakan tugas. Siswa akan merasa segan terhadap guru yang memiliki keahlian tinggi dalam mengajar. Keahlian yang dimaksud dapat berupa keahlian dalam aspek pedagogis maupun profesional. Oleh karena itu, seorang guru yang profesional adalah guru yang memiliki expert power, yaitu yang menguasai kompetensi secara maksimal.
2.     Referent power
Referent power adalah kekuatan kepemimpinan seseorang yang bersumber dari kepribadiannya, yaitu pribadi yang dapat dipercaya, perduli terhadap siswa, bersikap obyektif, dan demokratis. Siswa akan berani dan terbuka untuk mengemukakan pendapat atau mencurahkan permasalahannya kepada guru yang memiliki referent power. Dengan tipe kepemimpinan yang seperti itu, guru akan dapat membangun keberanian, keterbukaan, dan kepercayaan diri siswa, sehingga siswa akan belajar secara lebih efektif.
3.     Legitimate power
Legitimate power merupakan kekuatan pemimpin yang disebabkan oleh adanya pengakuan formal dari pihak yang berwenang. Seorang guru memiliki legitimate power karena memiliki ijazah sarjana guruan, mempunyai surat keputusan pengangkatan sebagai guru, atau karena telah lulus sertifikasi guru. Legitimate power merupakan prasyarat untuk dapat menjadi seorang guru. Legitimate power biasanya tidak begitu diperdulikan oleh siswa, karena tidak serta merta memiliki expert power maupun referent power.
4.     Reward power
Reward power adalah kekuatan seorang pemimpin yang disebabkan oleh kemampuan atau kebiasaannya memberikan penghargaan kepada orang lain. Guru yang mau memberikan penghargaan kepada siswa, baik penghargaan dalam bentuk fisik maupun non fisik berarti dia memiliki reward power. Meskipun tidak seperti expert power dan referent power, reward power dapat berdampak positif terhadap semangat belajar siswa. Pemberian penghargaan oleh guru kepada siswa atas prestasi yang dicapai merupakan bentuk penguatan sehingga siswa lebih semangat dan percaya diri dalam belajar.
5.     Coercive power
Coercive power merupakan tipe kepemimpinan yang menggunakan kekerasan dalam mengendalikan anggotanya. Guru yang memiliki tipe coercive power biasanya suka memberi hukuman fisik kepada siswa atas pelanggaran yang sepele. Misalnya siswa yang datang terlambat disuruh pulang tidak boleh mengikuti pelajaran, atau siswa yang tidak mengerjakan tugas dihukum berdiri di depan kelas sampai pelajaran berakhir. Penggunakan coercive power dalam pembelajaran di kelas oleh guru sering tidak membawa manfaat positif bagi perkembangan prestasi siswa. Bahkan dimungkinkan dapat menjadi kontra produktif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, apabila terpaksa guru harus memberikan hukuman kepada siswa, maka hukuman yang diberikan harus yang bersifat mendidik.

B.     Pentingnya Manajemen Kelas
Manajemen dalam konsep umum adalah aktivitas merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, dan mengendalikan. Demikian halnya dengan pembelajaran dalam kelas, diperlukan pula perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengendalian terhadap siswa dan lingkungan belajarnya.  Kim Gulbrandson merangkum beberapa pendapat yang menyatakan bahwa manajemen kelas merupakan salah satu variabel penting yang dapat menfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan akademik di kelas. Guru yang efektif mengelola kelas dapat meningkatkan kesempatan siswa untuk belajar secara lebih baik (2008). Tanpa manajemen kelas yang efektif siswa akan sulit mencapai prestasi yang maksimal. Dengan demikian yang dimaksud dengan manajemen kelas adalah proses mengelola kelas mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, sampai dengan pengendalian siswa dan lingkungan belajarnya agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Kemampuan seorang guru dalam mengorganisasi kelas dan mengelola perilaku siswa merupakan suatu hal yang sangat penting (Oliver & Rechly, 2007) dalam rangka terwujudnya pembelajaran yang berkualitas. Ketidakmampuan guru dalam mengelola siswa dan lingkungan belajarnya di kelas dapat berakibat rendahnya pencapaian hasil belajar, sehingga capaian prestasi siswa menjadi tidak baik. Agar siswa dapat belajar dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal, guru harus memiliki kemampuan mengelola kelas secara efektif. Keefektifan guru dalam mengelola kelas dapat berdampak positif terhadap:
  1. Iklim pembelajaran yang kondusif
  2. Efektivitas belajar siswa
  3. Efektivitas guru dalam mengajar
  4. Pencapaian hasil belajar yang maksimal.
  5. Kepuasan belajar siswa
  6. Kepercayaan diri siswa
Iklim pembelajaran yang kondusif dapat tercipta apabila guru dapat mengelola kelas secara efektif. Pengelolaan kelas yang efektif harus dilakukan dengan perencanaan pembelajaran yang matang, pengorganisasian sumber daya yang tepat, penggerakkan sumber daya secara konsisten, serta pengendalian perilaku dan lingkungan belajar siswa dengan cermat. Pembelajaran yang kondusif akan memberi pengaruh positif terhadap siswa dalam belajar di kelas. Siswa akan dapat memanfaatkan waktu dan berbagai sumber daya untuk mempelajari materi pelajaran dengan optimal. Pemanfaatan waktu dan sumber daya pembelajaran secara optimal oleh siswa tentu saja akan menyebabkan tercapainya prestasi belajar yang maksimal. Dengan demikian, proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru berjalan efektif. Dampak pengiring dari hal tersebut adalah tumbuhnya kepuasan belajar dan kepercayaan diri siswa. Kedua hal yang terakhir tersebut dapat menjadi landasan untuk melejitkan prestasi belajar siswa selanjutnya.

C.    Pengorganisasian Kelas
Keberhasilan mengelola kelas oleh guru sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menggunakan social power untuk mengorganisasikan siswa. Mauer seperti dikutip oleh Borich memaparkan empat tahap mengorganisasikan kelas yaitu forming, storming, norming, dan performing (2000:342). Pertama, tahap forming adalah tahap dimana guru berusaha mendorong tumbuhnya tanggung jawab dan sikap menerima diantara sesama siswa. Pertanyaan penting untuk diungkapkan pada tahap ini adalah:
1) adakah kegiatan untuk seluruh siswa agar mereka saling mengenal satu sama lain?;
2) apakah semua siswa memiliki kesempatan untuk didengar?;
3) apakah para siswa berinteraksi dengan teman yang bervariasi?;
4)  apakah siswa dan guru saling mendengar satu sama lain?;
5) apakah masalah atau kekhawatiran mengenai harapan akademik dan perilaku telah diantisipasi?

Pada awal masuk kelas, siswa biasanya menunjukkan perilaku tertentu untuk mengetahui reaksi yang diberikan oleh guru atau teman barunya. Putnam and Burke seperti dikutip oleh Borich memandang penting guru untuk fokus selama beberapa minggu pertama untuk membantu siswa agar percaya satu sama lain dan merasa sebagai bagian dari kelas (2000:342). Pada tahap inilah pentingnya kemampuan guru dalam mengorganisasi dan mengendalikan perilaku siswa mulai dirasakan. Maka jiwa kepemimpinan guru harus mulai ditunjukkan.
Kedua, tahap storming adalah tahap dimana guru harus berusaha mengendalikan “badai” atau konflik yang mungkin muncul di kelas. Tahap ini digambarkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti:
1)  apakah konflik yang muncul dibicarakan secara terbuka?;
2) apakah kelas dapat menilai keberfungsiannya?;
3)  apakah gagasan-gagasan baru dan berbeda didengar dan dievaluasi?;
4)  apakah kemampuan semua siswa digunakan?;
5)  apakah semua siswa mempunyai kesempatan untuk berbagi tanggung jawab dan kepemimpinan?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan panduan yang harus diperhatikan oleh guru untuk membangun kelas yang terkendali.  Guru harus melibatkan siswa untuk bersama-sama mengatasi atau memecahkan masalah yang timbul di kelas. Putnam dan Burke memberi saran agar guru mengajari siswanya bagaimana cara memecahkan masalah dengan menggunakan panduan berikut:
1.         Problem agreement
Guru meminta seluruh siswa untuk menyepakati suatu masalah dan mereka bersama-sama akan memecahkan masalah tersebut.
2.         State the conflict
Guru memberi pernyataan singkat tentang apa yang dimaksud konflik dan memastikan semua siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan pandangannya.
3.         Identify and select responses
Guru dan siswa melakukan diskusi dan mengidentifikasi solusi untuk masalah di atas. Mereka mengkaji konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari solusi tersebut. Alternatif solusi yang memiliki konsekuensi negatif disisihkan.
4.         Create a solution
Dilakukan diskusi kelas dan memilih satu solusi yang disepakati bersama bahwa solusi tersebut dapat menyelesaikan konflik.
5.         Design and implement a plan
Dilakukan diskusi kelas untuk menentukan langkah detil mengenai kapan, dimana, dan bagaimana menyelesaikan konflik tersebut. Langkah-langkah tersebut selanjutnya dilaksanakan.
6.         Assess the success of the plan
Para siswa mengidentifikasi informasi yang menjadi faktor-faktor penentu keberhasilan rencana. Guru mengevaluasi bagaimana kelas bekerja. Setelah masalah dapat diselesaikan, selanjutnya kelas mendiskusikan nilai-nilai dari proses pemecahan masalah yang telah dilakukan (Borich, 2000:344).
Ketiga, tahap norming adalah tahap dimana para siswa saling berbagi harapan mengenai bagaimana mereka harus berfikir, merasa, dan bertindak. Menurut Zimbardo, “norms” atau dapat dapat disebut dengan norma merupakan pedoman prinsip bagi perilaku kelompok (Borich, 2000:345). Norma memiliki peran penting dalam mengelola perilaku siswa di kelas. Menurut psikologi sosial norma memiliki beberapa fungsi, yaitu:
  1. Mengarahkan anggota kelompok atau siswa untuk memilih interaksi sosial yang tepat dan mengatur interaksi tersebut.
  2. Membuat identitas dan kesatuan kelompok.
  3. Mendorong tercapainya prestasi akademik dan hubungan yang baik diantara siswa di kelas.
Terdapat lima pertanyaan penting yang perlu dijawab untuk menggambarkan tahap norming, yaitu:
1)  apakah ada proses untuk menyelesaikan konflik?;
2)  apakah kelompok mampu menyusun tujuan?;
3)  apakah para siswa dapat mengekpresikan apa yang mereka harapkan?;
4)  apakah antara guru dan para siswa saling menghargai?;
5)  apa yang terjadi pada siswa yang tidak menghargai norma?

Kelima pertanyaan di atas merupakan panduan untuk mengembangkan tahap norming dalam rangka membangun kelas yang kondusif. Norma-norma yang dibuat dan disepakati oleh kelas merupakan pedoman yang harus dihargai dan ditaati oleh seluruh siswa. Apabila semua siswa memiliki sikap dan penghargaan yang baik terhadap norma kelas, maka proses pembelajaran di kelas akan berjalan dengan efektif. Efektivitas pembelajaran dapat terlihat dari tumbuhnya keberanian dan kemandirian siswa dalam belajar.
Keempat, tahap performing adalah tahap dimana siswa merasa nyaman satu sama lain, mengetahui aturan dan peran mereka, menerima norma kelompok, dan mereka terbiasa dengan rutinitas kelas. Sampai pada tahap ini siswa memiliki keberanian untuk menunjukkan bahwa ia dapat melakukan sesuatu tanpa harus tergantung kepada guru. Seorang guru hendaknya mendorong kebebasan siswa pada tahap ini dengan mengurangi pengawasan dan lebih mengajarkan kelompok untuk menyusun prioritas, alokasi waktu, dan aturan kelompok (Borich, 2000:346).
Keberhasilan tahap performing dapat dipantau melalui beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1)      apakah kelas dapat mengevaluasi efektivitas mereka?
2)      apakah kelas dan individu siswa dapat memecahkan masalah mereka?
3)      apakah kelas mempunyai kesempatan untuk bekerja secara bebas dan mengekspresikan diri sesuai pilihan mereka sendiri?
4)      apakah para siswa dapat mengevaluasi diri mereka sendiri dan menentukan tujuan untuk pengembangan pribadi?
5)      apakah kelas dipersiapkan untuk dibubarkan?

Efektivitas kelas pada tahap performing dapat dilihat dari kemampuan kelas dan siswa secara individu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selain itu, kebebasan dan keberanian siswa dalam mengekpresikan diri mereka merupakan ukuran penting dalam tahap ini. Situasi kelas yang telah sampai pada tahap performing harus tetap dipertahankan agar perose pembelajaran selanjutnya dapat berjalan dengan efektif.

D.    Permasalahan dalam Manajemen Kelas
Tujuan utama dari pengelolaan kelas yang efektif adalah untuk menjamin para siswa mengikuti proses pembelajaran secara aktif. Keterlibatan siswa secara aktif dapat berupa berpartisipasi dalam diskusi kelas, memperhatikan materi yang disajikan, dan melakukan apa yang ditugaskan oleh guru. Borich menjelaskan empat kegiatan yang harus dilakukan oleh guru untuk memelihara keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas, yaitu monitoring students, making transitions, giving assignments, dan bringing closure (2000:355).
1.         Monitoring
Monitoring adalah proses mengamati, merekam, dan jika perlu mengoreksi perilaku siswa. Salah satu teknik yang dapat dilakukan guru untuk memonitor perilaku siswa selama dalam pembelajaran di kelas adalah dengan kontak mata. Guru harus mengarahkan pandangan pada saat mengajar di kelas ke seluruh penjuru kelas secara merata secara bergantian. Siswa yang ada di depan, di belakang, samping kanan, dan samping kiri harus mendapat perhatian yang sama. Jika guru hanya memperhatikan bagian tertentu dari kelas, atau siswa tertentu saja, maka pengelolaan kelas pasti tidak akan efektif. Oleh karena itu, guru sebaiknya sesekali berkeliling kelas, jangan hanya berdiri atau duduk di depan kelas.
Selain sebagai bentuk pengawasan terhadap aktivitas dan perilaku siswa, monitoring juga dapat menjadi sarana untuk membangun komunikasi yang lebih erat dengan siswa. Siswa yang pada awalnya tidak bersemangat, akan sangat mungkin menjadi lebih semangat dan serius ketika didatangi dan disapa oleh guru. Demikian pula siswa yang terlalu agresif di kelas sangat mungkin dapat berubah menjadi lebih lunak setelah mendapat perhatian dari guru, misalnya dengan cara dipegang pundaknya, atau cara lain yang tidak melanggar etika.
2.         Making Transitions
Pergantian waktu (jeda) dari pelajaran satu ke pelajaran yang lain ternyata kadang-kadang menjadi permasalahan sendiri bagi guru atau sekolah. Persoalan yang sering timbul adalah adanya siswa yang berteriak-teriak dengan keras di dalam kelas, terjadinya perkelahian antar siswa, siswa keluar dari lingkungan seolah, atau siswa terlambat masuk kelas berikutnya. Permasalahan tersebut mungkin dapat terjadi karena siswa tidak siap untuk mengikuti pelajaran berikutnya dan atau siswa tidak mempunyai rencana yang jelas untuk memanfaatkan waktu sambil menunggu pelajaran berikutnya.
Meskipun hal ini mungkin dianggap sepele oleh kebanyakan guru, tetapi jika tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Misalnya terjadinya perkelahian antar siswa saat istirahat di kelas jika tidak diantisipasi dapat menjadi masalah yang lebih besar yang melibatkan orang tua siswa atau kelompok siswa lainnya. Oleh karena itu, sekolah atau wali kelas harus membuat program yang dapat mengarahkan siswa untuk memanfaatkan jam istirahat dengan kegiatan yang positif. Idealnya, buatlah program yang mendorong terciptanya kerjasama diantara siswa.
3.         Giving Assignments
Pada waktu guru memberikan atau menjelaskan tugas di depan kelas, biasanya juga menimbulkan sedikit gangguan atau kegaduhan di kelas. Kegaduhan tersebut dapat berupa teriakan, penolakan, atau pertanyaan yang dilontarkan siswa secara bersama-sama. Biasanya siswa yang telah mendapat tugas atau pekerjaan rumah yang banyak dari pelajaran lain akan merasa keberatan dengan tugas yang baru. Demikian pula jika guru memberikan tugas untuk dikerjakan di kelas, mungkin ada siswa yang tidak menyelesaikan tugas tersebut sampai dengan selesai. Apalagi jika pada saat diberi tugas di kelas siswa tidak ditunggu oleh guru pengajarnya, biasanya akan timbul kegaduhan dan sikap tidak serius sebagian siswa.
Everston dan Emmer sebagaimana dikutip oleh Borich menyatakan bahwa salah satu perbedaan pengelola kelas yang efektif dan tidak efektif adalah terlihat pada waktu mereka memberikan tugas atau pekerjaan rumah (2000:357). Kemampuan mengendalikan siswa pada saat memberikan tugas dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan dan pengalaman yang dimiliki guru. Namun demikian semua guru dapat mempelajari strategi dan teknik agar dalam menyampaikan tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa tidak menimbulkan masalah. Salah satu tekniknya adalah dengan memilih waktu yang tepat. Waktu yang tepat untuk menyampaikan tugas pekerjaan rumah adalah pada akhir pelajaran. Sebaiknya tugas yang akan diberikan ditampilkan di depan kelas, dijelaskan oleh guru dan dicermati bersama-sama oleh seluruh siswa. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya setelah guru menyampaikan penjelasannya.
4.         Bringing Closure
Saat menjelang berakhirnya jam pelajaran kadang-kadang juga timbul masalah berupa kegaduhan kelas jika guru tidak pandai-pandai merancang strategi pembelajaran sejak awal. Menjelang beberapa menit pelajaran berakhir seringkali terdapat siswa yang lebih dahulu menata buku, tas, atau perlengkapan lain sehingga memancing siswa lain untuk melakukan hal yang sama. Hal tersebut akan membuyarkan konsentrasi belajar siswa sehingga pelajaran yang telah disampaikan seolah tidak ada maknanya. Guru harus menyiapkan strategi untuk menutup pelajaran dengan efektif, agar materi yang telah disampaikan dapat membekas dalam pikiran para siswa. Beberapa cara yang dapat dilakukan guru dalam mengakhiri pelajaran adalah dengan combining key points, summarizing or reviewing key content, dan providing a stucture. Combining key points adalah merumuskan kata-kata kunci dari materi pelajaran menjadi sebuah kesimpulan yang lengkap. Reviewing key content adalah mengulas kembali inti materi pelajaran yang paling penting untuk memastikan siswa memahaminya dengan baik.  Providing a structure adalah mengorganisasi fakta dan inti materi dalam bentuk konsep yang mudah diingat. Misalnya dalam bentuk akronim, simbol-simbol, atau yang lainnya. Hal ini sangat tergantung kreativitas guru.

E.     Menciptakan Iklim Kelas yang Efektif
Iklim kelas adalah suasana yang terjadi dalam interaksi antara guru dan siswa. Iklim kelas yang terjadi dapat dilihat dari sejauh mana guru memberi kesempatan berlatih, menunjukkan dorongan dan perhatian, membangun kerjasama atau persaingan, serta memberikan kebebasan berpendapat dan memilih. Ada dua aspek yang terkait dengan iklim kelas yang efektif, yaitu social environment dan organizational environment (Borich, 2000:346).
1. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial kelas dapat berubah dari authoritarian dimana guru menjadi sumber utama informasi, gagasan, dan pembelajaran, menuju iklim demokratis, sampai laissezfaire, dimana siswa menjadi sumber utama informasi, gagasan, dan pembelajaran. Menurut Borich ada tiga jenis iklim kelas, yaitu kompetitif, kooperatif, dan individualistik (2000:348).
Iklim kompetitif terjadi jika siswa diberi tugas untuk menyelesaikan tugas atau kuis dengan standar tertentu yang ditentukan oleh guru. Guru berperan sebagai juri untuk menilai jawaban atau kinerja siswa. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan biasanya dalam bentuk drill and practice.
Iklim kooperatif berupa suasana dimana siswa terlibat dalam kegiatan dialog atau diskusi dengan diawasi oleh guru. Guru secara sistematis dapat terlibat dalam diskusi untuk menciptakan suasana yang kondusif dan terarah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat berupa diskusi kelompok dengan menerapka  model cooperative learning.
Iklim individualistik adalah iklim dimana siswa mengerjakan tugas sendiri-sendiri dalam pengawasan guru. Siswa fokus mengerjakan tugas tersebut dengan memberikan jawaban yang terbaik sesuai dengan kemampuan dan pendapatnya. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan biasanya dalam bentuk bekerja sendiri dengan tempat duduk yang terpisah dari yang lain.
2. Lingkungan Organisasional
Lingkungan organisasional merupakan lingkungan kelas secara fisik. Lingkungan kelas terdiri dari lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal kelas berupa fasilitas dan aksesoris ruangan yang ada di luar ruangan kelas yang biasanya disediakan oleh pihak sekolah. Lingkungan internal kelas berupa fasilitas dan berbagai kelengkapan lain yang ada di dalam ruangan kelas. Biasanya selain yang disediakan oleh pihak sekolah, juga terdapat berbagai hiasan atau fitur-fitur yang dibuat oleh siswa kelas tersebut. Lingkungan internal kelas sebaiknya dimodifikasi secara dinamis agar menciptakan suasana segar dalam kelas. Dalam hal ini peran wali kelas sangat diperlukan untuk mengelola lingkungan kelas, agar kelas terasa nyaman untuk belajar.
Upaya yang perlu dilakukan untuk menciptaka iklim kelas yang kondusif adalah dengan menciptakan hubungan interpersonal yang positif di kelas, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan mengurangi perilaku disruptive. Masing-masing upaya tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Menciptakan hubungan interpersonal yang positif di kelas
Hubungan interpersonal yang positif di kelas terdiri dari hubungan positif antara guru dan siswa dan hubungan positif teman sekelas. Hubungan interpersonal yang positif antara guru dengan siswa merupakan faktor penting dalam menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang kondusif. Menurut Thomas Gordon, hubungan antara guru dengan siswa akan baik manakala: 1) adanya keterbukaan; 2) adanya sikap saling menghargai; 3) adanya saling kertergantungan; 4) tidak ada pemisah diantara mereka; dan 5) saling membutuhkan pertemuan (Jones & Jones, 2001:83). Guru harus menunjukkan bahwa dia mempunyai perhatian atau perduli kepada siswa. Guru dapat menunjukkan keperdulian kepada siswa dengan cara: a) berusaha mengetahui pribadi siswa; b) menjaga kualitas hubungan dengan siswa melalui pernyataan-pertanyaan positif; c) menyediakan kesempatan untuk berdiskusi dengan siswa; d) menunjukkan minat kita dalam kegiatan yang penting bagi mereka (2001:89).
Hubungan positif antara teman sekelas juga merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung terciptanya iklim kelas yang baik. Hubungan positif antara teman sekelas dapat dibangun melalui kegiatan bersama atau kegiatan kelompok. Pembelajaran kooperatif menjadi alternatif untuk menciptakan hubungan yang positif antar siswa di kelas. Jones & Jones mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan, cooperative learning sangat efektif membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan bekerja dalam kelompok (2001:125). Keterampilan bekerja dalam kelompok sangat dibutuhkan oleh siswa SMK untuk terjun di dunia kerja.
2. Meningkatkan motivasi belajar siswa
Motivasi merupakan faktor yang sangat penting bagi siswa untuk sukses dalam belajar. Menurut Jones & Jones, motivasi merupakan fungsi dari harapan X nilai X suasana (2001:187). Salah satu cara untuk membangun motivasi belajar siswa adalah dengan menerapkan model motivasi John Keller yang disebut dengan ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction).
Attentionmaksudnya bahwa guru harus dapat membangkitkan atau mencuri perhatian siswa sehingga mereka tergugah dan fokus untuk mengikuti pelajaran. Untuk menggugah perhatian siswa, pada awal pembelajaran guru harus menyajikan performance yang menarik. Performance yang dimaksud dapat berupa penampilan pribadi guru, penggunaan media yang unik, atau dengan pernyataan atau cerita yang menggugah siswa.
Relevance artinya guru harus mampu mengkaitkan materi yang diajarkan dengan kebutuhan siswa pada saat sekarang maupun di masa yang akan datang. Guru harus meyakinkan bahwa materi pelajaran sangat penting bagi siswa terutama untuk modal memasuki dunia kerja. Jika siswa tidak menguasai materi yang dipelajari maka siswa akan mengalami kegagalan dalam bekerja.
Confidence berarti kepercayaan, maksudnya bahwa guru harus meyakinkan, dapat dipercaya, dan mampu menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Untuk membangun rasa percaya diri siswa guru hendaknya memberikan umpan balik yang positif atas prestasi atau kinerja mereka. Sekecil apapun partisipasi siswa, sejelek apapun jawaban siswa atas pertanyaan yang diberikan, guru harus menghargai dan memberikan apresiasi. Apresiasi dan penghargaan guru kepada siswa sangat berarti untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
Satisfaction atau kepuasan maksudnya adalah bahwa motivasi siswa akan tumbuh dengan baik jika siswa memiliki kepuasan dalam mengikuti pembelajaran. Guru harus dapat membantu siswa agar memperoleh kepuasan dalam belajar. Salah satu caranya adalah memberikan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan mereka. Guru harus memahami kebutuhan siswa dan mengajari mereka sampai mereka menguasai dengan baik. Keberhasilan siswa menguasai materi atau keterampilan yang mereka butuhkan merupakan kepuasan bagi mereka. Dengan kepuasan tersebut siswa akan merasa perlu untuk terus berlatih sampai mereka menguasai kompetensi dengan baik.
3. Mengurangi perilaku disruptive
Perilaku disruptive adalah perilaku siswa yang membuat suasana kelas menjadi kacau atau tidak kondusif. Perilaku tersebut akan mengganggu berlangsungnya proses pembelajaran. Pembelajaran di kelas yang sering disertai dengan perilaku disruptve akan sulit mencapai tujuan secara efektif. Oleh karena itu, harus diusahakan agar perilaku disruptive di kelas dapat dieliminasi. Cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi perilaku disruptive adalah:
1)      Menetapkan standar perilaku atau aturan kelas
Untuk menetapkan standar perilaku atau aturan kelas hendaknya dilakukan dengan langkah-langkah: a) mendiskusikan kriteria aturan atau standar perilaku; b) membuat daftar standar perilaku yang diyakini penting; c) membuat komitmen; d) memantau dan mereview aturan kelas.
2)      Menetapkan prosedur kelas
Yang dimaksud dengan prosedur kelas adalah tahapan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa di kelas. Borich (2000:257) mengelompokkan empat jenis prosedur kegiatan yang dilakukan guru yang efektif di sekolah menengah, yaitu: 1) beginning the class; 2) whole-class activities; 3) procedures related to academic accountabilty; 4) other activities (the end of the class period, interruption in the class).
Pada awal pembelajaran atau memulai kelas terdapat beberapa prosedur yang perlu diatur antara lain: mengecek kehadiran siswa (presensi), siswa yang terlambat, orientasi materi (apersepsi), dan membagi materi. Selama kegiatan pembelajaran juga perlu diperhatikan prosedur dalam hal: hubungan guru-siswa; gerakan siswa di kelas; tanda-tanda untuk perhatian siswa; mengumpulkan tugas; pertanyaan siswa saat mengerjakan tugas; kegiatan yang dilakukan setelah selesai mengerjakan tugas. Pada akhir pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal seperti: menata kembali peralatan dan perlengkapan belajar; mengatur bahan untuk pertemuan berikutnya; dan membubarkan kelas.
Pada intinya, untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran diperlukan kreativitas dan kesadaran guru untuk mengelolanya. Tentu saja bukan hanya guru sebagai individu, tetapi guru dalam arti kelembagaan yaitu sekolah. Sekolah bertanggung jawab untuk menata lingkungan sekolah sedangkan guru atau wali kelas bertanggung jawab mengelola kelas masing-masing.
Khusus dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru mata pelajaran harus berperan dalam menciptakan hubungan interpersonal yang positif di kelas. Hubungan interpersonal yang positif yang harus dikembangkan di kelas mencakup hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa  lainnya. Selain itu, guru juga harus mampu membangun motivasi siswa agar siswa memiliki kesadaran dan kemandirian dalam belajar. Keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya motivasi belajar mereka. Tinggi rendahnya motivasi belajar siswa salah satunya tergantung pada kemampuan guru memotivasi siswa. Yang terakhir, guru juga harus dapat mengendalikan perilaku siswa di kelas. Jangan sampai proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif dikarenakan banyaknya perilaku disruptive yang dilakukan oleh siswa. Muncul atau tidanya perilaku disruptive sangat tergantung kepada kemampuan guru dalam mengelola kelas secara efektif.

Classroom Management

Classroom Management by: Sutirman A.    Guru Sebagai Pemimpin Guru adalah pemimpin dalam kelas. Kemampuan seorang guru dalam meng...